Bursa Efek Indonesia, tempat untuk menemukan harta karun di dunia nyata dengan berinvestasi saham (sumber gambar: idxchannel.com)
Likes
Musim panas 2019, Juli, aku pergi ke Jogja bersama dengan temanku. Usiaku baru 17 tahun kala itu, bahkan aku belum mempunyai SIM dan tetap nekat untuk pergi keluar kota.
Pergi ke mall? Bukan. Pergi jalan-jalan? Juga bukan. Tujuanku ke Jogja kala itu adalah pergi ke Bursa Efek Indonesia cabang Yogyakarta untuk membuka rekening investasi saham.
Ya, waktu itu belum semudah seperti sekarang untuk membuka rekening saham yang bisa dilakukan secara online melalui aplikasi. Saat itu, calon investor harus datang langsung ke cabang Bursa Efek Indonesia terdekat atau datang langsung ke kantor perusahaan sekuritas yang diinginkan.
Banyak hal yang harus disiapkan seperti berkas-berkas, materai, dan rekening tabungan. Hanya selang beberapa hari setelah membuka rekening bank, aku langsung memantapkan diri untuk membuka rekening investasi saham.
Di kota asalku, Klaten, tidak terdapat kantor perusahaan sekuritas ataupun kantor cabang Bursa Efek Indonesia. Sehingga, mau tidak mau cara yang paling memungkinkan adalah dengan membuka rekening langsung di Jogja.
Oh ya, aku hampir lupa memperkenalkan siapa diriku. Namaku Kevin Nurizky Wijayanto, seorang mahasiswa jurusan Kewirausahaan Sekolah Manajemen dan Bisnis Institut Teknologi Bandung. Aku juga seorang investor saham sejak umur 17 tahun. Kalian mungkin bertanya-tanya apa yang membuat anak kelas 12 SMA tertarik berinvestasi saham hingga rela untuk pergi keluar kota hanya untuk membuat rekening saham.
Ceritanya cukup panjang. Dimulai pada pertengahan tahun 2018, saat aku menduduki kelas 11 SMA. Aku menemukan sebuah buku yang sangat menarik bagiku di pojok baca kelas. Tidak ada seorang pun yang terlihat menyentuh buku itu. Aku pun mulai membacanya, awalnya hanya karena aku bosan.
Tetapi, siapa sangka, buku itu malah menjadi batu loncatan bagiku untuk mempelajari berbagai hal dalam meraih kesuksesan. Buku itu berjudul Rich Dad Poor Dad karya Robert T. Kiyosaki.
Dalam buku itu, aku belajar hal yang tak pernah aku ketahui sebelumnya. Bahkan, sekolah pun tak mengajarkan pengetahuan ini, yaitu bagaimana kita menjadi kaya. Aku tercengang ketika membaca buku itu karena banyaknya ilmu yang diluar dugaanku dan bagaimana sudut pandang orang kaya dalam menjalani hidup ini dan memperoleh kekayaan mereka.
Pergi ke mall? Bukan. Pergi jalan-jalan? Juga bukan. Tujuanku ke Jogja kala itu adalah pergi ke Bursa Efek Indonesia cabang Yogyakarta untuk membuka rekening investasi saham.
Ya, waktu itu belum semudah seperti sekarang untuk membuka rekening saham yang bisa dilakukan secara online melalui aplikasi. Saat itu, calon investor harus datang langsung ke cabang Bursa Efek Indonesia terdekat atau datang langsung ke kantor perusahaan sekuritas yang diinginkan.
Banyak hal yang harus disiapkan seperti berkas-berkas, materai, dan rekening tabungan. Hanya selang beberapa hari setelah membuka rekening bank, aku langsung memantapkan diri untuk membuka rekening investasi saham.
Di kota asalku, Klaten, tidak terdapat kantor perusahaan sekuritas ataupun kantor cabang Bursa Efek Indonesia. Sehingga, mau tidak mau cara yang paling memungkinkan adalah dengan membuka rekening langsung di Jogja.
Oh ya, aku hampir lupa memperkenalkan siapa diriku. Namaku Kevin Nurizky Wijayanto, seorang mahasiswa jurusan Kewirausahaan Sekolah Manajemen dan Bisnis Institut Teknologi Bandung. Aku juga seorang investor saham sejak umur 17 tahun. Kalian mungkin bertanya-tanya apa yang membuat anak kelas 12 SMA tertarik berinvestasi saham hingga rela untuk pergi keluar kota hanya untuk membuat rekening saham.
Ceritanya cukup panjang. Dimulai pada pertengahan tahun 2018, saat aku menduduki kelas 11 SMA. Aku menemukan sebuah buku yang sangat menarik bagiku di pojok baca kelas. Tidak ada seorang pun yang terlihat menyentuh buku itu. Aku pun mulai membacanya, awalnya hanya karena aku bosan.
Tetapi, siapa sangka, buku itu malah menjadi batu loncatan bagiku untuk mempelajari berbagai hal dalam meraih kesuksesan. Buku itu berjudul Rich Dad Poor Dad karya Robert T. Kiyosaki.
Dalam buku itu, aku belajar hal yang tak pernah aku ketahui sebelumnya. Bahkan, sekolah pun tak mengajarkan pengetahuan ini, yaitu bagaimana kita menjadi kaya. Aku tercengang ketika membaca buku itu karena banyaknya ilmu yang diluar dugaanku dan bagaimana sudut pandang orang kaya dalam menjalani hidup ini dan memperoleh kekayaan mereka.
"Orang kaya bukanlah orang yang memiliki penghasilan tinggi atau harta melimpah. Kaya adalah soal seberapa banyak uang yang kau simpan, bukan seberapa banyak uang yang kau hasilkan,” kata Robert T. Kiyosaki.
Maksud dari nasihat beliau dalam buku tersebut adalah kita harus pandai dalam mengelola uang yang kita miliki entah dengan berinvestasi, berbisnis, ataupun membeli aset yang produktif. Tidak cukup ketika memiliki penghasilan tinggi, tapi kita tidak pandai dalam mengelola keuangan dan uang tersebut hanya mengalir begitu saja. Banyak instrumen investasi yang dapat kita manfaatkan untuk memutarkan uang agar produktif seperti deposito, saham, properti, obligasi, ataupun berinvestasi di bisnis.
Dari buku tersebut aku juga belajar tentang konsep penghasilan aktif dan pasif. Penghasilan aktif adalah ketika kita mendapat penghasilan dari usaha atau kegiatan yang kita lakukan seperti bekerja atau berbisnis mandiri. Sedangkan penghasilan pasif bisa diperoleh ketika kita memberdayakan aset kita untuk menghasilkan penghasilan tanpa adanya usaha langsung dari kita seperti berinvestasi.
Mayoritas orang kaya umumnya memperoleh kekayaan mereka dengan memperbesar dan memperbanyak saluran penghasilan mereka terutama untuk penghasilan pasif. Sejak saat itu, aku semakin tertarik untuk mempelajari ilmu terkait bisnis, investasi, dan pengembangan diri.
Sebelum memulai berinvestasi saham, aku sudah beberapa kali mencoba berbisnis. Namun, bisnis tersebut berjalan kurang lancar karena berbagai hal sehingga tidak aku lanjutkan. Bahkan, aku sempat mengalami kerugian kurang lebih sebesar 2 bulan penuh uang sakuku karena kesalahan dalam bisnis dropshipping online.
Kerugian tersebut cukup besar bagiku dan sempat membuatku down beberapa kali. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari bidang lain yang bisa aku jalani yaitu terjun ke dunia investasi saham. Berbekal dengan uang saku yang aku kumpulkan sebesar 200 ribu, aku memulai untuk mendaftarkan diri sebagai investor saham. Saat itu, aku memilih perusahaan sekuritas yang jumlah awal deposit modal untuk investasi paling kecil yaitu sebesar 100 ribu rupiah.
Awal perjalanan investasiku tidaklah mudah. Ketika aku meminta izin orangtuaku untuk berinvestasi saham, mereka menentangnya karena beranggapan bahwa investasi saham adalah “mainan” orang kaya dan sangat beresiko.
Sebaliknya, aku berpikir bahwa pasar saham adalah tempat yang tepat untuk menumbuhkan aset dan mendapat penghasilan pasif agar aku dapat memperoleh kekayaan. Walaupun tidak didukung, aku tetap memiliki tekad yang bulat untuk berinvestasi saham menggunakan uangku sendiri hingga nekat membuka rekening saham keluar kota. Hambatanku dalam berinvestasi tidak hanya disitu saja.
Ketika aku akan menyetorkan modal investasi sebesar 200 ribu, tiba-tiba aku mendapatkan order dari bisnis dropshipping online yang telah lama tidak aku lanjutkan. Aku terkejut sekaligus senang akhirnya ada orang yang membeli produkku hingga aku terlena.
Orang tersebut bukannya membeli produkku, tapi malah menipuku dan menguras habis uang sebesar 200 ribu di rekening yang akan aku gunakan sebagai modal awal investasi. Aku sangat sedih dan down kala itu.
Aku terlalu ceroboh hingga dapat ditipu dan kurang pengetahuan tentang fitur-fitur mobile banking sebab aku baru saja mempunyai rekening bank saat itu. Aku down selama berhari-hari, tapi akhirnya aku memutuskan untuk bangkit daripada hanya bersedih. Lebih baik mengikhlaskan dan mengambil pelajaran dari musibah yang aku alami.
Aku mulai mengumpulkan uang saku dengan menggunakan uang sehemat mungkin sebagai modal investasiku. Akhirnya, aku dapat memiliki rekening investor dan dapat berinvestasi langsung di pasar modal.
Aku masih ingat pertama kali aku melakukan transaksi saham. Saham yang pertama kali aku beli adalah saham Garuda Indonesia (GIAA) yang kubeli pada harga sekitar 300-an. Setelah aku membeli saham tersebut, aku sering memantau pergerakan harganya bahkan saat aku sedang sekolah. 2 hari kemudian, saham tersebut naik hingga menyentuh harga 500-an.
Aku langsung menjual saham tersebut untuk merealisasikan keuntunganku sebesar 26 persen hanya dalam 3 hari. Aku sangat senang akhirnya aku dapat merasakan keuntungan melalui saham.
Alasanku membeli saham GIAA hanya karena aku tau bisnis dan produk dari perusahaan tersebut. Aku berpikir jika bisnis tersebut dikenal masyarakat pasti saham tersebut akan menguntungkan.
Namun, ternyata perusahaan dibalik saham GIAA tidak secemerlang yang aku kira. Setelah memperoleh untung, aku iseng-iseng menganalisis laporan keuangan Garuda Indonesia seperti yang diajarkan dalam buku Value Investing oleh Teguh Hidayat.
Saham merupakan cerminan dari kinerja perusahaan di baliknya. Apabila perusahaan tersebut memiliki kinerja yang buruk atau bahkan sering merugi, maka kemungkinan besar saham perusahaan tersebut akan turun nilainya.
Hal ini terjadi pada Garuda Indonesia. Aku kira karena bisnisnya yang terkenal, Garuda Indonesia dapat mencetak laba yang besar. Tapi kenyataannya di laporan keuangan perusahaan ini rutin membukukan rugi hampir setiap tahun.
Tak lama berselang, sahamnya pun juga turun karena kinerja dan berbagai kasus manajemennya. Dari sini aku sangat bersyukur tidak mengalami kerugian di saham ini dan dapat menjualnya sesegera mungkin. Andai saja aku tidak menjualnya, mungkin aku akan mengalami kerugian di awal investasiku.
Karena kejadian tersebut, aku ingin memperdalam ilmu tentang investasi saham. Aku menonton video-video pembelajaran di YouTube dan membeli buku-buku tentang investasi. Salah satu buku favorit dan acuan dasar dalam berinvestasiku adalah buku berjudul Value Investing oleh Teguh Hidayat.
Value investing adalah analisis dalam investasi yang didasari oleh kinerja perusahaan melalui laporan keuangan yang diterbitkan. Tujuan utama dari strategi investasi ini adalah untuk menemukan saham-saham yang berkualitas bagus namun masih dihargai murah oleh pasar atau dapat dikatakan saham ini ibarat mobil Mercedes yang dijual di harga Avanza kalau kata Pak Lo Kheng Hong, value investor legendaris Indonesia.
Banyak investor sukses di dunia yang berhasil dalam berinvestasi karena menerapkan metode investasi ini. Mulai dari Lo Kheng Hong, Benjamin Graham, Li Ka Shing, bahkan salah satu orang terkaya di muka bumi ini, Warren Buffet, juga menerapkan value investing. Karena hal ini, aku sangat tertarik untuk memperdalam ilmu value investing agar kelak bisa memperoleh keuntungan yang besar di pasar modal.
Beberapa bulan berlalu, aku masih mempelajari ilmu value investing dari berbagai sumber. Semangatku sangat membara. Hingga suatu ketika pada Oktober 2019, aku mengikuti berbagai seminar investasi untuk memperkaya pengetahuanku.
Aku rela untuk pergi ke luar kota hanya untuk datang ke seminar. Bahkan, pada salah satu seminar di Jogja, aku menjadi satu-satunya anak SMA diantara banyaknya mahasiswa yang mengikuti seminar investasi sektor pertambangan yang diadakan oleh UPN Veteran Yogyakarta.
Bisa dibilang saat itu aku rela melakukan apapun demi belajar investasi. Aku percaya bahwa kesuksesan kita di masa depan adalah cerminan dari kapasitas diri kita sendiri. Semakin dalam pengetahuan kita terhadap suatu bidang, maka kemungkinan kita untuk sukses di bidang tersebut akan semakin besar.
Sembari belajar investasi, aku juga rutin mengalokasikan uang sakuku untuk menambah modal berinvestasi saham. Aku juga membeli beberapa saham berdasarkan analisis fundamental dengan membaca laporan keuangan, namun ternyata itu tidak semudah yang aku kira.
Portofolio investasiku tidak terlalu bagus kala itu. Pergerakan saham yang ku beli tidak terlalu tinggi dan hanya memberikan keuntungan tipis. Ada juga beberapa saham yang malah turun harganya sehingga aku mengalami floating loss.
Tak terduga, di penghujung tahun 2019, aku menemukan saham properti yang baru saja listing di bursa atau melakukan IPO. Saham tersebut naik cukup signifikan dan menarik perhatianku untuk membelinya. Kode saham tersebut adalah BAPI yang dimiliki oleh perusahaan Bhakti Agung Propertindo.
Gairahku meningkat melihat grafik saham tersebut naik tinggi hanya dalam beberapa hari. Akhirnya aku membeli saham tersebut dengan sangat percaya diri saham itu akan naik tinggi beberapa hari ke depan dan aku bisa memperoleh keuntungan besar.
Aku membeli saham tersebut di harga 130-an dengan modal yang cukup besar sekitar 60 persen dari total modal di rekening investorku kala itu. Kupikir kalau aku membeli dengan modal yang besar, aku bisa untung besar. Tetapi aku lupa dibalik potensi untung besar aku juga bisa rugi besar.
Akhirnya, aku merasakan kerugian terbesar pertamaku. Saham BAPI yang kubeli sempat naik setelah aku membelinya, persis seperti ekspektasiku. Tetapi aku tidak menjualnya karena kupikir saham ini bisa naik lebih tinggi lagi.
Aku salah. Setelah naik beberapa saat, saham tersebut turun sangat dalam selama berhari-hari hingga mentok pada harga 50. Harga terendah suatu saham yang ditetapkan oleh bursa. Aku menderita kerugian 61 persen karena aku tidak menjual saham tersebut.
Aku terlalu percaya diri dan takut untuk melakukan cutloss sehingga kerugian yang diderita semakin membesar. Bahkan, hingga saat ini saham tersebut tidak bisa dijual karena tidak ada yang mau membeli. Kinerja perusahaan dibalik saham BAPI tidak terlalu baik sehingga harga sahamnya terus menurun.
Dari peristiwa ini aku belajar bahwa dalam berinvestasi kita harus menyiapkan rencana yang matang dan analisis fundamental perusahaan terlebih dahulu. Alih-alih berinvestasi, aku malah berspekulasi dan tidak bisa mengendalikan psikologis dalam berinvestasi.
Aku sempat terpuruk karena kerugian yang luar biasa besar bagiku tersebut selama beberapa minggu. Namun, aku tetap konsisten untuk tetap belajar darimana pun termasuk dari pengalaman pahitku dan disiplin dalam mengalokasikan dana untuk mengembangkan modal berinvestasi.
2020, pandemi COVID-19 menyebar di seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Selain mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat, pandemi ini juga membuat bursa saham juga tidak sehat.
Maret 2020, IHSG jatuh ke level terendahnya selama 5 tahun terakhir di angka 4.100. Harga ini sama dengan pergerakan IHSG pada 2015. Rasanya seperti menggunakan mesin waktu hingga IHSG bisa tumbang dengan sangat cepat kurang dari sebulan.
Aku cukup khawatir. Portofolio investasiku kembali merugi karena bursa jatuh, tetapi aku tidak menjual saham yang kumiliki dan tetap memegangnya. Aku percaya saham yang kubeli memiliki fundamental yang bagus dan akan naik dengan sendirinya sesuai dengan kinerja perusahaan dibaliknya.
Saat itu adalah masa yang sangat tepat untuk membeli saham karena IHSG pulih dengan cepat dan banyak saham yang naik tinggi hingga berkali-kali lipat. Aku sedikit menyesal karena tidak membeli saham sama sekali saat itu. Aku khawatir IHSG dapat turun lebih dalam dan menunggu momentum yang tepat untuk membeli di titik terendah.
Nyatanya, tidak ada yang tau kapan titik terendah untuk membeli itu dapat muncul. Ketakutan dan kekhawatiran berlebih membuat kesempatan emas lewat begitu saja. Sepanjang 2020, aku tidak terlalu sering berinvestasi dan hanya memantau pergerakan pasar untuk menentukan waktu yang tepat.
Selain itu aku juga sibuk kuliah online pertama kali sehingga tidak sempat untuk berinvestasi. Singkat cerita, tahun 2020 adalah tahun dimana aku tidak terlalu aktif melakukan transaksi dan lebih fokus ke memperdalam ilmu serta mempraktekkan analisis fundamental perusahaan.
Tak terasa pandemi membuat waktu cepat berlalu. Tahun telah berganti menjadi 2021. Aku mulai kembali aktif di dunia investasi. IHSG kembali pulih di level 6000 dan banyak orang yang berbondong-bondong berinvestasi saham. Kondisi portofolioku juga membaik.
Aku menjual saham yang sudah mencetak keuntungan seperti JPFA yang memberiku keuntungan sekitar 30 persen. Aku menjual beberapa saham karena valuasinya yang sudah mahal dan ingin mencari saham-saham lain yang valuasinya lebih rendah juga memiliki kinerja cemerlang.
Tahun ini aku tidak hanya menerapkan analisis fundamental saja, tetapi aku juga mulai belajar analisis teknikal dan bandarmology. Padahal awalnya aku adalah fans analisis fundamental garis keras. Tapi, tidak ada salahnya belajar hal baru, kan?
Menurutku, orang hebat adalah orang yang mau belajar darimana saja dan dalam berbagai sudut pandang. Aku ingin memperkaya pengetahuanku lebih luas lagi dan mencoba hal baru yaitu trading.
Tujuanku trading adalah untuk mendapatkan penghasilan aktif sehingga aku dapat menambah modalku dalam berinvestasi saham lain untuk jangka panjang. Aku belajar darimana saja aku bisa belajar. Mulai dari YouTube, buku, hingga sharing dengan teman yang juga berinvestasi dan trading. Usaha dan kesabaranku selama 2 tahun ini mulai berbuah manis.
Tahun ini adalah turning poin perjalananku di pasar saham dengan memperoleh keuntungan yang cukup besar, bahkan tidak ku sangka sebelumnya. Yang pertama adalah SRTG atau Saratoga Investama Sedaya Tbk. yang merupakan perusahaan investasi.
Keuntunganku di saham SRTG mencapai 60 persen dalam beberapa bulan. Keuntungan yang cukup besar bagiku. Saat ini, aku masih memegang saham tersebut karena fundamentalnya yang menurutku sangat baik untuk investasi jangka panjang.
Aku juga mencoba hal baru dengan memesan saham IPO melalui web e-ipo.co.id. Kali ini aku lebih berhati-hati untuk memutuskan membeli saham IPO agar tidak mengalami kerugian besar yang terulang kembali.
Sebelum membeli, aku membaca prospektus dan laporan keuangan perusahaan agar aku bisa tau kinerja serta rencana perusahaan ke depannya. Apabila saham tersebut memiliki prospek yang bagus aku akan membelinya namun tentu dengan dana yang lebih terukur.
Biasanya aku hanya membeli saham IPO maksimal 20 persen dari total modal yang kumiliki agar portofolio investasi tetap terkendali. Ternyata, saham IPO malah memberi keuntungan terbesarku saart ini hingga berkali-kali lipat atau lebih dikenal dengan saham multibagger.
Aku dapat mencetak keuntungan 200 persen pada saham BMHS atau Bundamedik Tbk. yang merupakan keuntungan multibagger pertamaku. Selain itu aku juga mendapat keuntungan dari salah satu perusahaan startup yaitu Ultra Voucher dengan kode saham UVCR yang memberikan keuntungan 40 persen hingga saat ini.
Masih banyak saham-saham lain yang memberikanku keuntungan melalui trading dan investasi seperti PMMP, PTBA, BHIT, dan masih banyak lagi. Keuntungan yang kuperoleh saat ini rata-rata sekitar 25-30 persen, namun ada juga beberapa saham yang mengalami kerugian walaupun lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh.
Hingga sekarang, portofolio sahamku naik berkali-kali lipat besarnya dibandingkan dengan kondisi portofolioku 1-2 tahun yang lalu hingga menyentuh angka puluhan juta rupiah. Usaha, tekad, dan konsistensi akhirnya mulai memberikan hasilnya.
Berinvestasi saham adalah salah satu jalan yang dapat mengantarkan kita menuju kesuksesan. Tentu, hal itu hanya dapat terwujud apabila kita memiliki tekad yang kuat serta kerendahan hati untuk belajar secara konsisten darimanapun, dimanapun, dan dari siapapun. Jika saja 1,5 tahun yang lalu aku berhenti dari pasar saham karena kerugian yang ku alami, mungkin saat ini aku tidak akan bisa merasakan keuntungan dari saham.
Pada akhirnya, hasil tidak akan mengkhianati usaha. Konsisten mengelola keuangan, mencoba hal baru, belajar dari pengalaman, serta tekad pantang menyerah mengantarkanku sampai ke titik ini.
Aku bersyukur aku pernah mengalami rugi besar ketika berinvestasi saham di awal. Aku juga bersyukur mempunyai keinginan belajar metode investasi baru dan teman yang mau berbagi ilmu. Semua hal tersebut sangatlah berharga dan tak ternilai.
Selagi kita muda, menurutku kita harus berani mencoba hal-hal baru dan memperbanyak pengalaman. Bisa dibilang lebih baik menghabiskan jatah gagal kita di usia muda daripada gagal di kemudian hari.
Jika kalian mempunyai tekad yang kuat untuk berinvestasi atau mengembangkan diri di bidang yang lain, maka aku yakin kalian juga bisa memetik kesuksesan di masa depan. Teruslah mengembangkan dirimu.
Dari buku tersebut aku juga belajar tentang konsep penghasilan aktif dan pasif. Penghasilan aktif adalah ketika kita mendapat penghasilan dari usaha atau kegiatan yang kita lakukan seperti bekerja atau berbisnis mandiri. Sedangkan penghasilan pasif bisa diperoleh ketika kita memberdayakan aset kita untuk menghasilkan penghasilan tanpa adanya usaha langsung dari kita seperti berinvestasi.
Mayoritas orang kaya umumnya memperoleh kekayaan mereka dengan memperbesar dan memperbanyak saluran penghasilan mereka terutama untuk penghasilan pasif. Sejak saat itu, aku semakin tertarik untuk mempelajari ilmu terkait bisnis, investasi, dan pengembangan diri.
Sebelum memulai berinvestasi saham, aku sudah beberapa kali mencoba berbisnis. Namun, bisnis tersebut berjalan kurang lancar karena berbagai hal sehingga tidak aku lanjutkan. Bahkan, aku sempat mengalami kerugian kurang lebih sebesar 2 bulan penuh uang sakuku karena kesalahan dalam bisnis dropshipping online.
Kerugian tersebut cukup besar bagiku dan sempat membuatku down beberapa kali. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari bidang lain yang bisa aku jalani yaitu terjun ke dunia investasi saham. Berbekal dengan uang saku yang aku kumpulkan sebesar 200 ribu, aku memulai untuk mendaftarkan diri sebagai investor saham. Saat itu, aku memilih perusahaan sekuritas yang jumlah awal deposit modal untuk investasi paling kecil yaitu sebesar 100 ribu rupiah.
Awal perjalanan investasiku tidaklah mudah. Ketika aku meminta izin orangtuaku untuk berinvestasi saham, mereka menentangnya karena beranggapan bahwa investasi saham adalah “mainan” orang kaya dan sangat beresiko.
Sebaliknya, aku berpikir bahwa pasar saham adalah tempat yang tepat untuk menumbuhkan aset dan mendapat penghasilan pasif agar aku dapat memperoleh kekayaan. Walaupun tidak didukung, aku tetap memiliki tekad yang bulat untuk berinvestasi saham menggunakan uangku sendiri hingga nekat membuka rekening saham keluar kota. Hambatanku dalam berinvestasi tidak hanya disitu saja.
Ketika aku akan menyetorkan modal investasi sebesar 200 ribu, tiba-tiba aku mendapatkan order dari bisnis dropshipping online yang telah lama tidak aku lanjutkan. Aku terkejut sekaligus senang akhirnya ada orang yang membeli produkku hingga aku terlena.
Orang tersebut bukannya membeli produkku, tapi malah menipuku dan menguras habis uang sebesar 200 ribu di rekening yang akan aku gunakan sebagai modal awal investasi. Aku sangat sedih dan down kala itu.
Aku terlalu ceroboh hingga dapat ditipu dan kurang pengetahuan tentang fitur-fitur mobile banking sebab aku baru saja mempunyai rekening bank saat itu. Aku down selama berhari-hari, tapi akhirnya aku memutuskan untuk bangkit daripada hanya bersedih. Lebih baik mengikhlaskan dan mengambil pelajaran dari musibah yang aku alami.
Aku mulai mengumpulkan uang saku dengan menggunakan uang sehemat mungkin sebagai modal investasiku. Akhirnya, aku dapat memiliki rekening investor dan dapat berinvestasi langsung di pasar modal.
Aku masih ingat pertama kali aku melakukan transaksi saham. Saham yang pertama kali aku beli adalah saham Garuda Indonesia (GIAA) yang kubeli pada harga sekitar 300-an. Setelah aku membeli saham tersebut, aku sering memantau pergerakan harganya bahkan saat aku sedang sekolah. 2 hari kemudian, saham tersebut naik hingga menyentuh harga 500-an.
Aku langsung menjual saham tersebut untuk merealisasikan keuntunganku sebesar 26 persen hanya dalam 3 hari. Aku sangat senang akhirnya aku dapat merasakan keuntungan melalui saham.
Alasanku membeli saham GIAA hanya karena aku tau bisnis dan produk dari perusahaan tersebut. Aku berpikir jika bisnis tersebut dikenal masyarakat pasti saham tersebut akan menguntungkan.
Namun, ternyata perusahaan dibalik saham GIAA tidak secemerlang yang aku kira. Setelah memperoleh untung, aku iseng-iseng menganalisis laporan keuangan Garuda Indonesia seperti yang diajarkan dalam buku Value Investing oleh Teguh Hidayat.
Saham merupakan cerminan dari kinerja perusahaan di baliknya. Apabila perusahaan tersebut memiliki kinerja yang buruk atau bahkan sering merugi, maka kemungkinan besar saham perusahaan tersebut akan turun nilainya.
Hal ini terjadi pada Garuda Indonesia. Aku kira karena bisnisnya yang terkenal, Garuda Indonesia dapat mencetak laba yang besar. Tapi kenyataannya di laporan keuangan perusahaan ini rutin membukukan rugi hampir setiap tahun.
Tak lama berselang, sahamnya pun juga turun karena kinerja dan berbagai kasus manajemennya. Dari sini aku sangat bersyukur tidak mengalami kerugian di saham ini dan dapat menjualnya sesegera mungkin. Andai saja aku tidak menjualnya, mungkin aku akan mengalami kerugian di awal investasiku.
Karena kejadian tersebut, aku ingin memperdalam ilmu tentang investasi saham. Aku menonton video-video pembelajaran di YouTube dan membeli buku-buku tentang investasi. Salah satu buku favorit dan acuan dasar dalam berinvestasiku adalah buku berjudul Value Investing oleh Teguh Hidayat.
Value investing adalah analisis dalam investasi yang didasari oleh kinerja perusahaan melalui laporan keuangan yang diterbitkan. Tujuan utama dari strategi investasi ini adalah untuk menemukan saham-saham yang berkualitas bagus namun masih dihargai murah oleh pasar atau dapat dikatakan saham ini ibarat mobil Mercedes yang dijual di harga Avanza kalau kata Pak Lo Kheng Hong, value investor legendaris Indonesia.
Banyak investor sukses di dunia yang berhasil dalam berinvestasi karena menerapkan metode investasi ini. Mulai dari Lo Kheng Hong, Benjamin Graham, Li Ka Shing, bahkan salah satu orang terkaya di muka bumi ini, Warren Buffet, juga menerapkan value investing. Karena hal ini, aku sangat tertarik untuk memperdalam ilmu value investing agar kelak bisa memperoleh keuntungan yang besar di pasar modal.
Beberapa bulan berlalu, aku masih mempelajari ilmu value investing dari berbagai sumber. Semangatku sangat membara. Hingga suatu ketika pada Oktober 2019, aku mengikuti berbagai seminar investasi untuk memperkaya pengetahuanku.
Aku rela untuk pergi ke luar kota hanya untuk datang ke seminar. Bahkan, pada salah satu seminar di Jogja, aku menjadi satu-satunya anak SMA diantara banyaknya mahasiswa yang mengikuti seminar investasi sektor pertambangan yang diadakan oleh UPN Veteran Yogyakarta.
Bisa dibilang saat itu aku rela melakukan apapun demi belajar investasi. Aku percaya bahwa kesuksesan kita di masa depan adalah cerminan dari kapasitas diri kita sendiri. Semakin dalam pengetahuan kita terhadap suatu bidang, maka kemungkinan kita untuk sukses di bidang tersebut akan semakin besar.
Sembari belajar investasi, aku juga rutin mengalokasikan uang sakuku untuk menambah modal berinvestasi saham. Aku juga membeli beberapa saham berdasarkan analisis fundamental dengan membaca laporan keuangan, namun ternyata itu tidak semudah yang aku kira.
Portofolio investasiku tidak terlalu bagus kala itu. Pergerakan saham yang ku beli tidak terlalu tinggi dan hanya memberikan keuntungan tipis. Ada juga beberapa saham yang malah turun harganya sehingga aku mengalami floating loss.
Tak terduga, di penghujung tahun 2019, aku menemukan saham properti yang baru saja listing di bursa atau melakukan IPO. Saham tersebut naik cukup signifikan dan menarik perhatianku untuk membelinya. Kode saham tersebut adalah BAPI yang dimiliki oleh perusahaan Bhakti Agung Propertindo.
Gairahku meningkat melihat grafik saham tersebut naik tinggi hanya dalam beberapa hari. Akhirnya aku membeli saham tersebut dengan sangat percaya diri saham itu akan naik tinggi beberapa hari ke depan dan aku bisa memperoleh keuntungan besar.
Aku membeli saham tersebut di harga 130-an dengan modal yang cukup besar sekitar 60 persen dari total modal di rekening investorku kala itu. Kupikir kalau aku membeli dengan modal yang besar, aku bisa untung besar. Tetapi aku lupa dibalik potensi untung besar aku juga bisa rugi besar.
Akhirnya, aku merasakan kerugian terbesar pertamaku. Saham BAPI yang kubeli sempat naik setelah aku membelinya, persis seperti ekspektasiku. Tetapi aku tidak menjualnya karena kupikir saham ini bisa naik lebih tinggi lagi.
Aku salah. Setelah naik beberapa saat, saham tersebut turun sangat dalam selama berhari-hari hingga mentok pada harga 50. Harga terendah suatu saham yang ditetapkan oleh bursa. Aku menderita kerugian 61 persen karena aku tidak menjual saham tersebut.
Aku terlalu percaya diri dan takut untuk melakukan cutloss sehingga kerugian yang diderita semakin membesar. Bahkan, hingga saat ini saham tersebut tidak bisa dijual karena tidak ada yang mau membeli. Kinerja perusahaan dibalik saham BAPI tidak terlalu baik sehingga harga sahamnya terus menurun.
Dari peristiwa ini aku belajar bahwa dalam berinvestasi kita harus menyiapkan rencana yang matang dan analisis fundamental perusahaan terlebih dahulu. Alih-alih berinvestasi, aku malah berspekulasi dan tidak bisa mengendalikan psikologis dalam berinvestasi.
Aku sempat terpuruk karena kerugian yang luar biasa besar bagiku tersebut selama beberapa minggu. Namun, aku tetap konsisten untuk tetap belajar darimana pun termasuk dari pengalaman pahitku dan disiplin dalam mengalokasikan dana untuk mengembangkan modal berinvestasi.
2020, pandemi COVID-19 menyebar di seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Selain mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat, pandemi ini juga membuat bursa saham juga tidak sehat.
Maret 2020, IHSG jatuh ke level terendahnya selama 5 tahun terakhir di angka 4.100. Harga ini sama dengan pergerakan IHSG pada 2015. Rasanya seperti menggunakan mesin waktu hingga IHSG bisa tumbang dengan sangat cepat kurang dari sebulan.
Aku cukup khawatir. Portofolio investasiku kembali merugi karena bursa jatuh, tetapi aku tidak menjual saham yang kumiliki dan tetap memegangnya. Aku percaya saham yang kubeli memiliki fundamental yang bagus dan akan naik dengan sendirinya sesuai dengan kinerja perusahaan dibaliknya.
Saat itu adalah masa yang sangat tepat untuk membeli saham karena IHSG pulih dengan cepat dan banyak saham yang naik tinggi hingga berkali-kali lipat. Aku sedikit menyesal karena tidak membeli saham sama sekali saat itu. Aku khawatir IHSG dapat turun lebih dalam dan menunggu momentum yang tepat untuk membeli di titik terendah.
Nyatanya, tidak ada yang tau kapan titik terendah untuk membeli itu dapat muncul. Ketakutan dan kekhawatiran berlebih membuat kesempatan emas lewat begitu saja. Sepanjang 2020, aku tidak terlalu sering berinvestasi dan hanya memantau pergerakan pasar untuk menentukan waktu yang tepat.
Selain itu aku juga sibuk kuliah online pertama kali sehingga tidak sempat untuk berinvestasi. Singkat cerita, tahun 2020 adalah tahun dimana aku tidak terlalu aktif melakukan transaksi dan lebih fokus ke memperdalam ilmu serta mempraktekkan analisis fundamental perusahaan.
Tak terasa pandemi membuat waktu cepat berlalu. Tahun telah berganti menjadi 2021. Aku mulai kembali aktif di dunia investasi. IHSG kembali pulih di level 6000 dan banyak orang yang berbondong-bondong berinvestasi saham. Kondisi portofolioku juga membaik.
Aku menjual saham yang sudah mencetak keuntungan seperti JPFA yang memberiku keuntungan sekitar 30 persen. Aku menjual beberapa saham karena valuasinya yang sudah mahal dan ingin mencari saham-saham lain yang valuasinya lebih rendah juga memiliki kinerja cemerlang.
Tahun ini aku tidak hanya menerapkan analisis fundamental saja, tetapi aku juga mulai belajar analisis teknikal dan bandarmology. Padahal awalnya aku adalah fans analisis fundamental garis keras. Tapi, tidak ada salahnya belajar hal baru, kan?
Menurutku, orang hebat adalah orang yang mau belajar darimana saja dan dalam berbagai sudut pandang. Aku ingin memperkaya pengetahuanku lebih luas lagi dan mencoba hal baru yaitu trading.
Tujuanku trading adalah untuk mendapatkan penghasilan aktif sehingga aku dapat menambah modalku dalam berinvestasi saham lain untuk jangka panjang. Aku belajar darimana saja aku bisa belajar. Mulai dari YouTube, buku, hingga sharing dengan teman yang juga berinvestasi dan trading. Usaha dan kesabaranku selama 2 tahun ini mulai berbuah manis.
Tahun ini adalah turning poin perjalananku di pasar saham dengan memperoleh keuntungan yang cukup besar, bahkan tidak ku sangka sebelumnya. Yang pertama adalah SRTG atau Saratoga Investama Sedaya Tbk. yang merupakan perusahaan investasi.
Keuntunganku di saham SRTG mencapai 60 persen dalam beberapa bulan. Keuntungan yang cukup besar bagiku. Saat ini, aku masih memegang saham tersebut karena fundamentalnya yang menurutku sangat baik untuk investasi jangka panjang.
Aku juga mencoba hal baru dengan memesan saham IPO melalui web e-ipo.co.id. Kali ini aku lebih berhati-hati untuk memutuskan membeli saham IPO agar tidak mengalami kerugian besar yang terulang kembali.
Sebelum membeli, aku membaca prospektus dan laporan keuangan perusahaan agar aku bisa tau kinerja serta rencana perusahaan ke depannya. Apabila saham tersebut memiliki prospek yang bagus aku akan membelinya namun tentu dengan dana yang lebih terukur.
Biasanya aku hanya membeli saham IPO maksimal 20 persen dari total modal yang kumiliki agar portofolio investasi tetap terkendali. Ternyata, saham IPO malah memberi keuntungan terbesarku saart ini hingga berkali-kali lipat atau lebih dikenal dengan saham multibagger.
Aku dapat mencetak keuntungan 200 persen pada saham BMHS atau Bundamedik Tbk. yang merupakan keuntungan multibagger pertamaku. Selain itu aku juga mendapat keuntungan dari salah satu perusahaan startup yaitu Ultra Voucher dengan kode saham UVCR yang memberikan keuntungan 40 persen hingga saat ini.
Masih banyak saham-saham lain yang memberikanku keuntungan melalui trading dan investasi seperti PMMP, PTBA, BHIT, dan masih banyak lagi. Keuntungan yang kuperoleh saat ini rata-rata sekitar 25-30 persen, namun ada juga beberapa saham yang mengalami kerugian walaupun lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh.
Hingga sekarang, portofolio sahamku naik berkali-kali lipat besarnya dibandingkan dengan kondisi portofolioku 1-2 tahun yang lalu hingga menyentuh angka puluhan juta rupiah. Usaha, tekad, dan konsistensi akhirnya mulai memberikan hasilnya.
Berinvestasi saham adalah salah satu jalan yang dapat mengantarkan kita menuju kesuksesan. Tentu, hal itu hanya dapat terwujud apabila kita memiliki tekad yang kuat serta kerendahan hati untuk belajar secara konsisten darimanapun, dimanapun, dan dari siapapun. Jika saja 1,5 tahun yang lalu aku berhenti dari pasar saham karena kerugian yang ku alami, mungkin saat ini aku tidak akan bisa merasakan keuntungan dari saham.
Pada akhirnya, hasil tidak akan mengkhianati usaha. Konsisten mengelola keuangan, mencoba hal baru, belajar dari pengalaman, serta tekad pantang menyerah mengantarkanku sampai ke titik ini.
Aku bersyukur aku pernah mengalami rugi besar ketika berinvestasi saham di awal. Aku juga bersyukur mempunyai keinginan belajar metode investasi baru dan teman yang mau berbagi ilmu. Semua hal tersebut sangatlah berharga dan tak ternilai.
Selagi kita muda, menurutku kita harus berani mencoba hal-hal baru dan memperbanyak pengalaman. Bisa dibilang lebih baik menghabiskan jatah gagal kita di usia muda daripada gagal di kemudian hari.
Jika kalian mempunyai tekad yang kuat untuk berinvestasi atau mengembangkan diri di bidang yang lain, maka aku yakin kalian juga bisa memetik kesuksesan di masa depan. Teruslah mengembangkan dirimu.
#YoungCompetitionBisnisMuda #BisnisMuda #YangMudaYangCuan
Komentar
25 Oct 2023 - 14:54
Semakin gagal makin tertantang ya keren
12 Jun 2023 - 08:02
tidak mudah menyerah, keren yah
02 Aug 2021 - 12:08
Artikel menarik
02 Aug 2021 - 11:28
artikel ini sangat keren