Seperti Hidrangea Ungu, Rumah Pelita Ajarkan Rasa Syukur

Dokumentasi kelompok, diambil oleh Joseph Adhyaksa Pasaribu.

Dokumentasi kelompok, diambil oleh Joseph Adhyaksa Pasaribu.

Like

Seluruh anggota dari Squad 7, 15, hingga 23 berlari-larian dari tempat berkumpul bersama menuju lobi gerbang utama di bawah mereka. Dengan tergesa-gesa, mereka menyambut kedatangan teman-teman dari Rumah Pelita. 

Rumah Pelita adalah rumah yang berisi anak-anak berkebutuhan ekonomi, seperti pemulung, pengamen, hingga pekerja serabutan. 

Namun, mereka memiliki hasrat untuk mencari literasi, memahami di masa mendatang bahwa mereka adalah wajah Indonesia. 

Kegiatan ini adalah bagian dari MSL, singkatan dari Mission Service Learning. Jika dianalogikan, Mission Service Learning seperti kendaraan dari sekolah saya yang dipakai oleh pelajar-pelajar di sini untuk mencapai tujuan dalam hidup.

Di sini, kami keluar dari zona nyaman dan melayani masyarakat Indonesia yang belum terjangkau dan terpencil di luar sana.


Baca Juga: 7 Dosa Sosial Menurut Mahatma Gandhi
 

Seputar Mission Service Learning


Mission Service Learning (MSL) ini merupakan pembelajaran yang bermakna dan holistis, yang dilalui dengan pelayanan misi kepada sesama serta Tuhan kami, sehingga menekankan relasi antar sesama manusia. 

Kegiatan ini mendorong tumbuhnya empati bagi Generasi Z karena kami mampu bertindak ke dunia yang lebih besar, menjelajahi berbagai tempat, keluar dari zona nyaman, serta melayani orang lain dalam lingkungan yang jauh berbeda dari lingkungan diri sendiri. 

Kami bisa memperkaya pengalaman hidup kami dari panti asuhan, rumah belajar, tongkrongan Oto Jegang, hingga penjaja dagangan di atas trotoar. 

Keterlibatan kami ini mampu membuat kami belajar untuk mengasihi sesama dan mengasah keterampilan emosional untuk ke depannya. 
 
Akan tetapi, di luar dari cerita ini, saya dan teman-teman kelompok (squad) harus menyiapkan segala sesuatu untuk MSL dapat terlaksana, yang menjadi tantangan yang sangat besar bagi kami.

Baik dari transportasi, makanan, dana, hingga seluruh rangkaian kegiatan yang ada. Kurang lebih kami butuh satu bulan untuk kegiatan ini dapat berjalan sampai akhirnya kami melakukan MSL pada hari rabu, tepat sebelum kami melakukan rangkaian Ujian Sekolah. 

Pada H-2 sebelum kegiatan ini berlangsung, kelompok pelayanan kami panik, karena masih ada hal-hal dari rangkaian kegiatan yang belum disempurnakan. Kami juga mendapatkan perubahan akan jumlah adik-adik beserta panitianya yang datang dari Rumah Pelita. 

Baca Juga: Apa Hubungannya Sosiologi, Cermin, dan Manusia?

Keadaan ini membuat kami belingsatan dan berkonflik. Kami harus memecahkan masalah dengan secepatnya berbagi tugas. 

Walaupun begitu, di luar ekspekstasinya, kegiatan ini berjalan lancar untuk kami dan kami dapat melihat senyuman dari adik-adik di sana yang belajar dan bermain bersama kami. 
 

Pertemuan dengan Rumah Pelita

 

Dokumentasi kelompok, diambil oleh Joseph Adhyaksa Pasaribu.

Dokumentasi kelompok, diambil oleh Joseph Adhyaksa Pasaribu.

Setelah menunggu sekitar sejam kurang, mereka pun datang ke sekolah kami. Mereka sangat pemalu dan pendiam. Terkadang, mereka juga terlihat lelah saat kami menuntun mereka untuk cuci tangan sebelum makan.

Walaupun begitu, beberapa anak memperlihatkan senyumannya yang malu-malu kucing. Hal ini membuat saya tersenyum.

Adik-adik Rumah Pelita pun mulai makan di kantin sekolah kami layaknya siswa-siswi sekolah yang sedang mengikuti sesi istirahat. Pembina atau guru dari kelompok kami pun bermain gitar dan bernanyi lagu anak untuk membangkitkan suasana mereka.

Namun di tengah-tengah lagu-lagu bahagia, salah satu adik yang duduk di sana terlihat mengucek-ucek matanya dan menangis. Awalnya saya tidak tahu kenapa ia menangis, makanan yang kami berikan pun kami pikir layak untuk dimakan.

Setelah saya sadari, ia menangis karena tidak berani membuka kemasan makanan burger yang kami berikan untuk makan siang. Ia terlihat terpesona dan sangat senang, sampai tidak enak untuk memakannya, karena burger yang kamu tahu harganya affordable dan saya yakin teman-teman di sini sering memakannya.

Saya tidak kuat melihat anak tersebut menangis pelan-pelan karena terharu dapat memakan burger yang mungkin selama ini ia telah nanti-nantikan, akhirnya saya pergi ke ruang atas untuk menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan bagi kegiatan selanjutnya.

Baca Juga: Mencapai Keseimbangan Hidup dengan Fokus dan Nikmati Proses

Setelah mereka makan, kegiatan selanjutnya yaitu belajar mengajar. Kami memberikan materi Fine Motoric dan Bahasa Inggris. Saya pun terkejut karena mereka, yang terkadang memiliki stigma tertentu, mau belajar dengan cepat dan berani untuk mempresentasikan apa yang telah dipelajari mereka.

Saat membuat origami secara terstruktur, adik yang berada di sebelah saya cepat memahami materinya. Namun, adik satunya yang berada di depan saya cukup lamban membuatnya.

Walaupun demikian, saat sesi pelajaran bahasa Inggris dimulai, adik di depan saya bisa berbahasa Inggris dan lancar dalam membacanya. Hal ini membuktikan bahwa setiap orang memiliki kelebihannya masing-masing yang bisa dibanggakan.
 

Adik yang ada di foto (adik yang tempat duduknya berada di samping saya). Dokumentasi kelompok, diambil oleh Joseph Adhyaksa Pasaribu

Adik yang ada di foto (adik yang tempat duduknya berada di samping saya). Dokumentasi kelompok, diambil oleh Joseph Adhyaksa Pasaribu

Selain itu, ada juga adik kecil yang hanya mau bermain saat belajar. Ia sering main petak umpet di bawah meja belajar. Walaupun teman semeja saya harus menjaganya selalu, tidak dapat dimungkiri bahwa adik itu lucu sekali!

Setelah kegiatan belajar mengajar dilakukan, kami berjalan ke lapangan untuk mengikuti kegiatan terakhir yaitu bermain bersama. Mereka bermain permainan estafet gambar dan memindahkan telur.

Walaupun saya tidak ikut bermain bersama, saya dapat melihat senyuman mereka terukir di wajahnya.
 

Sebuah Pengalaman Berkesan


Saya sangat bersyukur dengan adanya kegiatan MSL ini, saya dan teman-teman satu squad dapat belajar untuk memberi sukacita bagi mereka yang membutuhkan.

Baca Juga: Belajar Menumbuhkan Growth Mindset dalam Hidup

Hingga tiba saatnya mereka pulang, namun sebelum itu kami berfoto bersama-sama. Saya dan teman saya mengantarnya ke angkot penjemputan, sembari menyapa mereka yang kami harapkan bukan kali ini terakhir kami menyapanya. Kami ingin bertemu mereka kembali di lain waktu.
 

Dokumentasi kelompok.

Dokumentasi kelompok.

Tidak terasa kegiatan yang telah dirancangkan selama 1 bulan lebih dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Semua tenaga yang telah terkuras dalam pengumpulan dana, persiapan materi dan games, ataupun keberlangsungan seluruh rangkaian kegiatan di hari itu tidak lagi terasa saat kami melihat adik-adik di sana tertawa sana-sini, belajar dan bermain bersama kami sebagai satu sanak saudara, Indonesia.

Seperti hidrangea ungu, mereka memberikan saya ketulusan hati dan rasa syukur dapat berperan baik bagi dunia ini. Saya sangat bersyukur dapat diberikan kesempatan untuk membantu sesama dan bersenang ria dengan orang-orang yang belum mendapatkan kesempatan seperti demikian.

Saya sangat berharap ini bukan yang terakhir kalinya, saya dapat membantu sesama, terutama adik-adik dari Rumah Pelita yang saya sayangi itu. 

Punya opini atau artikel untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
 
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
 
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.