Rindu Kampung Halaman, Tradisi Ramadhan di Jogja yang Tinggal Kenangan

Like

Konflik Pernah Muncul

Tiap Ramadhan, RISMA berusaha untuk ikut lomba takbiran keliling yang diadakan oleh PHBI. Namun, pernah juga mendapatkan masalah atau ada semacam konflik batin dengan takmir masjid. 

Kalangan orang tua takmir menganggap bahwa ikut lomba takbiran kelililng adalah pemborosan. Bagaimanapun, untuk membuat perlengkapan takbiran, apalagi bentuk semacam burung raksasa, kostum, dan piranti lainnya, pasti dong membutuhkan dana. Dan, dana itu diambil dari kas masjid. 

Setelah takbiran, barang-barang itu akan dibuang juga dan nantinya akan menjadi sampah, kecuali kostum yang bisa disimpan di dalam lemari. Takmir masjid berpandangan masih ada yang lebih penting daripada takbiran keliling. Hal yang lebih penting itu adalah renovasi masjid dan membuat masjid lebih nyaman lagi. 

Baca Juga: Menggali Makna Zakat Fitrah: Pilar Spiritual dan Perekonomian Umat Islam

Anak-anak RISMA jelas kecewa karena tidak ikut lomba takbiran keliling. Dan, sebenarnya memang pantas, sih, diatur aktivitas para remaja tersebut. Mereka memiliki tempat salat Tarawih sendiri. Menggunakan rumah orang yang luas untuk membuat salat di sana. 


Mengapa tempatnya tersendiri? Soalnya para remaja itu mengatur anak-anak. Jika di masjid akan jadi terlalu ribut.

Namun, ketika saya masih di sana, yang remaja berdiri keliling mengawasi anak-anak salat Tarawih, eh, mereka malah tidak salat sendiri! Mereka putar-putar saja di sekitar barisan shaf anak-anak, tetapi tidak masuk di barisan itu. Lho, piye toh, iki?

Selain itu, para remaja itu juga lebih banyak mengobrolnya dan merokok pula. Haduh, tepuk jidat, deh! Malah ada juga yang pacaran.

Oh, makanya mereka mencari tempat lain di luar masjid untuk membuat aktivitas itu toh? Jika di Masjid Al-Amin, pastilah mereka tidak akan bebas. Mereka pasti akan ditegur oleh para orang tua takmir masjid. 

Baca Juga: Dibalik Hikmah Membayar Zakat

Saya juga pernah berkonflik dengan mereka, meskipun hanya satu orang, sih. Begini ceritanya, saya ditunjuk sebagai ketua panitia Ramadhan, tetapi yang khusus mengurusi RISMA.

Nah, ketika itu saya mereka sudah terlalu dewasa untuk jadi ketua remaja. Dari perasaan seperti itu, saya bosan untuk mendatangi markas anak-anak salat Tarawih itu. Soalnya, begitu-begitu saja, tidak banyak peningkatan juga. 

Saya memilih untuk ikut banyak kegiatan di luar karena memang lebih menarik dan berilmu. Hingga suatu malam, saya ditelepon disuruh untuk mempertanggungjawabkan amanah ketua ini. Dalam hati saya, 'kan sudah banyak remaja yang bisa mengurus. Sudah ada yang handle, tidak harus saya langsung. 

Dalam pertemuan malam itu, bersama mereka, saya langsung menyatakan mundur saja sebagai ketua. Ada satu remaja masjid yang jengkel sekali dengan saya yang tidak pernah muncul di situ.

Seorang remaja lain menyarankan, saya jangan mundur. Bertahan saja sampai bulan Ramadhan berakhir. Ya, sudah, saya tetap jadi ketua, tetapi tetap banyak mengikuti kegiatan di luar.