Likes
Jika efeknya positif wanita patut bersyukur, tetapi jika efeknya negatif, mari kita lihat dan cari solusinya dari sudut pandang sebagai seorang wanita dan sebagai sebuah individu keluarga.
Tulisan ini ditujukan untuk mengurangi ketegangan, kekhawatiran, dan kecemasan seorang wanita sebagai calon ibu atau seorang ibu itu sendiri setelah disahkannya UU KIA mengenai cuti hamil.
Jadi bukan bertujuan untuk mengajak kaum wanita pasrah dan menarik diri dari profesi yang disukai atau mengajak wanita tersebut tidak bekerja sama sekali.
1. Komitmen dari awal sebelum pernikahan.
Bagi pasangan yang belum menikah, harus dibahas, komitmen sebelum menikah, haruskah seorang istri bekerja? Baik istri bekerja atau tidak bekerja karena pilihan sendiri atau karena hal di atas misalnya, pengelolaan uangnya akan seperti apa?Jika istri memang tidak bekerja suami juga harus berkomitmen memberi rezeki atau nafkah hasil bekerjanya dengan baik kepada istri.
Pengelolaan uang yang baik, juga sama pentingnya dengan menghasilkan uang itu sendiri. Dengan kata lain, berapapun penghasilan, kalau pengelolaannya tidak baik, juga akan habis untuk konsumsi yang sia-sia.
2. Kadang itu menjadi pilihan ibu itu sendiri untuk resign.
Bagi ibu yang sudah melahirkan putra, secara umum, dan tidak sedang mengalami baby blues, lebih memilih mengasuh bayi di rumah daripada bekerja. Untuk saat itu.3. Bekerja berbeda dengan menafkahi.
Kalau menafkahi adalah tugas lelaki. Wanita boleh bekerja sesuai profesi yang disukainya, seperti menjadi guru, dokter, perawat, bidan, dan sebagainya, tetapi tidak untuk menafkahi keluarga, jadi tidak ada tuntutan untuk keukeuh mempertahankan pekerjaan seperti layaknya lelaki.Baca Juga: Dampak Pengesahan UU KIA, Kesejahteraan Ibu dan Anak Meningkat!
4. Mendidik anak dan mengatur rumah tangga, sekaligus menjaga keutuhan keluarga.
Ada kepuasan tersendiri bagi seorang wanita, jika dia berhasil membuat rumahnya rapi, anak diurus dengan baik, dan menyambut suami dengan baik. Ini juga baik untuk menjaga keutuhan keluarga.5. Mengurangi friksi dalam rumah tangga.
Pada kenyataannya, karena perekonomian masih kurang, dan sebuah keluarga belum bisa menggaji Asisten Rumah Tangga (ART), apalagi ibu rumah tangga tersebut bekerja, mengurus pekerjaan rumah sekaligus bekerja adalah sesuatu yang sangat berat.Karena wanita tersebut mengerjakan dua pekerjaan sekaligus. Selain menguras tenaga, pada faktanya, ini juga akan menguras mental dan kesabaran.
Ibu akan cenderung marah-marah, dan membentak sana-sini. Pun biasanya pekerjaan rumah tetap tidak selesai dengan baik, rumah kotor tetap kotor, cucian tetap menumpuk, cucian piring tetap menumpuk, dan ini, tentu saja mudah sekali memicu pertengkaran dalam rumah tangga.
Komentar
19 Jun 2024 - 17:34
Emansipasi wanita jangan dilupakan