Usaha Kuliner Wonton, Ide Bisnis Kreatif dari Seorang "Fresh Graduate"

Usaha kuliner wonton yang dikelola oleh adik perempuan penulis. (Sumber gambar: Dokumen Pribadi)

Usaha kuliner wonton yang dikelola oleh adik perempuan penulis. (Sumber gambar: Dokumen Pribadi)

Like

Masa pandemi ini menjadi masa yang cukup sulit bagi adik perempuan saya, Hasna.

Betapa tidak, baru beberapa hari melakukan wisuda sarjana di sebuah PTS di Kota Malang, wabah Covid-19 pun merebak. Tentu, wabah yang merebak ini berdampak pada kesulitannya mencari kerja yang sudah ia rancang sebelumnya.

Selama beberapa hari awal karantina, kegiatannya banyak dilakukan di rumah saja. Meski demikian, ia mencoba produktif dengan menekuni hobi memasak yang sudah lama dimilikinya. Berbekal hobi tersebut, ia pun mencoba beberapa resep masakan untuk bisa dikonsumsi keluarga.

Mulanya, kegiatan ini hanya bertujuan agar kami mengurangi jajan makanan di luar sebagai bentuk penghematan. Juga, saat awal wabah merebak, rasanya ketakutan untuk keluar rumah cukup tinggi. Jadi, atas alasan itulah, hampir setiap hari ia mencoba memasak aneka hidangan, baik makanan berat maupun camilan.

Beberapa jenis makanan yang kerap dibuat adalah roti isi selai, donat, dan beberapa kudapan khas Kota Malang. Lantaran ada beberapa kerabat yang disuguhi makanan oleh adik saya dan tertarik untuk mencicipinya lagi, maka mereka pun mulai memesan.


Namun, karena makanan tersebut sudah banyak beredar di pasaran, pembeli hanya kerabat dekat kami saja. Adik saya sebenarnya mulai mencoba memasarkan hasil makanannya ke media sosialnya tetapi belum banyak mendapat tanggapan. Maklum saja, selain umum dijual, kini juga mulai bermunculan usaha kuliner serupa akibat masifnya pemutusan hubungan kerja dan kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan.

Pun demikian dengan usaha kue kering yang coba ditekuni adik saya selama lebaran kemarin. Walau ada beberapa pembeli yang tertarik, tetapi usaha ini hanya musiman. Selepas Idulfitri, penjualan pun tak sebanyak sebelumnya.

Meski demikian, adik saya tidak menyerah dan mencoba kuliner jenis lain. Ia tetap bertahan untuk mencoba bisnis kuliner karena selain bagian dari gaya hidup masyarakat, hampir semua orang menyukai kuliner.

Terlebih, jika kuliner yang ditawarkan menarik dan ramah di kontong serta memiliki cita rasa yang enak. Tak hanya itu, kuliner juga merupakan makanan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Pendek kata, walau pandemi merebak dan memukul berbagai usaha, tetapi bisnis kuliner akan menjadi bisnis yang tetap menjanjikan. Adanya PSBB dan segala pembatasan lain membuat orang akan malas keluar dan mencari alternatif kuliner yang bisa diantarkan ke rumah.

Setelah mencari dan mencoba berbagai jenis kuliner yang bisa dijual, adik saya pun akhirnya memutuskan untuk memproduksi wonton -kuliner sejenis pangsit yang memiliki isi daging ayam cincang dan beberapa olahan sayur lain. Wortel adalah salah satu bahan sayur tersebut.

Menu wonton ini dipilih lantaran masih belum banyak penjual serupa yang menjajakan dagangannya. Jikalau ada, menu wonton ini biasanya hanya dijual di restoran besar yang tak mampu dibeli oleh masyarakat menengah.

Ia memang mengenal menu ini saat diajak oleh temannya untuk makan di sebuah restoran. Lantaran cita rasa yang enak, ia pun mencari resep terbaik dari berbagai sumber dan akhirnya berhasil mempraktikannya pada suatu hari.
 

Proses Produksi Wonton. (Sumber Gambar: Dokumen Pribadi)

Proses Produksi Wonton. (Sumber gambar: Dokumen Pribadi)



Dengan sedikit kenekatan, setelah wonton hasil uji cobanya dirasa enak, ia mulai berpromosi dan menjual dengan sistem pesan antar. Ada yang menggunakan aplikasi ojek daring dan ada pula yang diantar secara langsung.

Ia mencoba menawarkan menu wonton yang murah dan mudah dijangkau oleh masyarakat dengan kemasan yang ekonomis. Ia menjual satu paket wonton berisi 9 buah seharga 15.000 rupiah.

Ada dua varian wonton yang dijual yakni wonton kuah dan wonton kering/goreng. Keduanya juga dilengkapi dengan sambal bawang khas Kota Malang yang membuat cita rasa pedas bisa dinikmati oleh para pelanggannya.
 

Produk wonton kering. (Sumber gambar: Dokumen Pribadi)

Produk wonton kering. (Sumber gambar: Dokumen Pribadi)



Tak dinyana, respon warga Kota Malang pun cukup antusias. Saat pertama kali launching, ada sekitar 20 pesanan wonton yang dibuat oleh adik saya. Jumlah yang cukup banyak untuk ukuran bisnis mula-mula yang dijalankan oleh seorang fresh graduate.
 

Produk wonton kuah (Sumber gambar: Dokumen Pribadi)

Produk wonton kuah (Sumber gambar: Dokumen Pribadi)



Beberapa pembeli tertarik dengan cita rasa wonton yang dijual terutama wonton basah yang berkuah. Dengan suhu udara Kota Malang yang dingin, sensasi rasa hangat dari kuah wonton menjadi daya tarik tersendiri. Kuah wonton tersebut terbuat dari jahe, bawang bombai, dan beberapa bahan lain seperti saus tiram.

Tidak hanya menjual dalam bentuk goreng dan kuah, adik saya juga menjual wonton dalam bentuk beku. Nantinya, para pelanggan bisa menggorengnya sendiri kapan pun sesuai selera. Bentuk beku ini juga sudah dilengkapi sambal dan kuah wonton jika mereka ingin mencicipi dalam bentuk kuah.

Agar lebih sukses dalam mengembangkan bisnisnya, ia memperkuat produknya dengan branding bernama “mywonton”. Nama ini diambil sebagai harapan untuk mendekatkan para pelanggan yang telah mengonsumsi produknya sehingga terus membeli produk tersebut.
 
Bentuk pemasaran dan visibilitas produk semacam ini penting agar merk yang dipasarkan diketahui oleh konsumen. Target pemasaran pun bisa didapatkan sehingga kenaikan omset pun bisa diraih.

Yang paling penting, lantaran produk adik saya ini masih merupakan produk makanan yang belum banyak dijual, maka branding yang mudah pun sangat dibutuhkan. Ketika orang mencari wonton, maka mereka akan mengingat "mywonton".

 

Usaha branding mywonton yang dilakukan saat memasarkan produk ke media sosial. (Sumber gambar: Dokumen Pribadi)

Usaha branding mywonton yang dilakukan saat memasarkan produk ke media sosial. (Sumber gambar: Dokumen Pribadi)



Setelah berjalan selama hampir 1,5 bulan, usaha wonton ini telah memiliki omzet tetap sebanyak 20-25 buah tiap kali pre-order. Sayangnya, karena keterbatasan tenaga, usaha ini tak bisa banyak menerima orderan. Meski demikian, yang penting jumlah orderan tetap terjaga demi keberlangsungan usaha kecil-kecilan ini.

Untuk keuntungan penjualan sendiri, sebenarnya cukup menggiurkan. Dalam satu paket penjualan wonton, adik saya bisa meraup keuntungan sekitar 5 ribu hingga 7 ribu rupiah. Total, jika ada 20 pesanan, maka ia bisa mengantongi laba bersih sekitar 100 ribu hingga 150 ribu rupiah.
 

Kemasan wonton yang dibuat semenarik mungkin. (Sumber gambar: Dokumen Pribadi)

Kemasan wonton yang dibuat semenarik mungkin. (Sumber gambar: Dokumen Pribadi)



Proses produksi yang dilakukan oleh adik saya seminggu bisa 2 hingga 3 kali. Sementara ini, ia hanya melayani pemesanan yang sudah melakukan pre-order untuk mengurangi risiko kerugian. Untuk bahan bakunya juga mudah didapat. Hanya harga daging ayam yang fluktuatif menjadi salah satu tantangan usaha ini.

Jadi, membuka usaha kuliner kecil-kecilan yang belum banyak dilirik oleh banyak orang seperti wonton ini juga menjadi salah satu cara kreatif bertahan di tengah pandemi. Selain mengisi kesibukan, tentu ada pemasukan lumayan yang bisa diraih.

Meski tidak terlalu besar, tetapi bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari dan menabung. Apalagi, usaha seperti ini cukup mudah dilakukan oleh kaum muda terutama para fresh graduate yang menunggu adanya panggilan kerja.

***

Sumber Tulisan
(1) entrepreneur.bisnis.com/read/20200716/88/1266825/4-tips-sukses-di-industri-food-and-beverage

(2) traveling.bisnis.com/read/20200728/223/1272014/kuliner-bisnis-kreatif-yang-tengah-naik-daun-saat-pandemi-corona