Trade - Canva
Likes
Sejak tahun 2020 lalu, sejumlah startup, khususnya unicorn, ramai dikabarkan akan melakukan Initial Public Offering (IPO) nih. Sebenarnya apa sih “goals” mereka melantai di bursa?
Pada dasarnya, setiap perusahaan itu berhak untuk go public alias menjadi perusahaan terbuka dan mencatatkan sahamnya di bursa lho, Be-emers. Begitu pula dengan startup.
Memang sih, umumnya, perusahaan yang melakukan IPO akan mendapatkan dana segar untuk memperkuat modal usahanya.
Adapun, dilansir dari Bursa Efek Indonesia (BEI), ada sejumlah keuntungan perusahaan melakukan IPO, antara lain:
-
Bisa mendapatkan akses pendanaan di pasar modal
Pendanaan yang diperoleh perusahaan yang melakukan IPO bisa digunakan untuk meningkatkan modal kerja dalam rangka membiayai pertumbuhan perusahaan, membayar utang, melakukan investasi, atau melakukan akuisisi.
Selain itu, kalau sudah jadi emiten, perusahaan bisa memperoleh pendanaan selanjutnya, seperti Private Placement. Terlebih, dengan menjadi perusahaan terbuka, bakal meningkatkan nilai ekuitas perusahaan
-
Meningkatkan Profesionalisme, Image Perusahaan, dan Loyalitas Karyawan
Setelah jadi perusahaan terbuka, suatu perusahaan dituntut banyak pihak untuk punya kinerja yang meningkat serta menerapkan praktek-praktek tata kelola yang baik.
Di satu sisi, informasi dan berita tentang perusahaan akan sering diliput oleh media, penyedia data, dan analis di perusahaan sekuritas. Hal itu pun bikin image perusahaan terus meningkat, begitu juga sebaliknya.
Kalau menurut BEI sih, kalau saham perusahaan bisa diperdagangkan di Bursa, karyawan akan senang hati mendapatkan insentif berupa saham.
Di satu sisi, ada beberapa persyaratan pula yang harus diperhatikan untuk dapat menjalankan aksi Initial Public Offering (IPO). Misalnya, membentuk tim IPO internal, menunjukan profesional eksternal, mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), hingga mempersiapkan sejumlah dokumen administrasi.
Selain itu, ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan di awal oleh perusahaan yang ingin IPO. Di tahap awal, perusahaan perlu mempertimbangkan:
- Kisaran dana yang dibutuhkan dari IPO
- Persentase maksimal kepemilikan publik
- Ketentuan perjanjian
- Tidak punya permasalahan secara signifikan
- Apakah perusahaan perlu melakukan perubahan atas susunan direksi/komisaris?
Sementara itu, dilansir dari Bisnis, sebenarnya pihak BEI juga tengah melakukan beragam upaya untuk menarik startup untuk melantai di bursa nih, Be-emers. Bahkan, pihak BEI diketahui telah merancang program IDX Incubator untuk para perusahaan rintisan yang ingin melantai di bursa.
Enggak cuma itu,ejak awal tahun 2021, BEI juga dikabarkan tengah menyiapkan regulasi khusus untuk mendukung perusahaan rintisan yang ingin IPO lho, Be-emers.
Online Driver - Canva
Gimana dengan IPO Startup Unicorn?
Seperti yang kita ketahui, startup yang sudah unicorn atau bahkan decacorn merupakan perusahaan rintisan bervaluasi besar. Lebih tepatnya, bervaluasi lebih dari US$1 miliar.Di Indonesia sendiri, sudah ada sejumlah startup yang masuk kategori unicorn, bahkan decacorn! Startup tersebut antara lain seperti OVO, Traveloka, Bukalapak, Tokopedia, dan Gojek.
Kalau salah satu alasan IPO adalah untuk mendapatkan dana segar, kalau dipikir-pikir, startup unicorn dan decacorn tentu sudah dapat pendanaan yang besar pula dari para investornya nih, Be-emers. Lalu, untuk apa mereka IPO?
Dikutip dari Bisnis, menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, pada dasarnya perusahaan rintisan yang melantai di bursa saham akan meningkatkan kapitalisasi pasar.
Lebih lanjut, Bhima menilai, startup sektor transportasi daring dan e-commerce membutuhkan pendanaan publik, karena semakin besarnya kebutuhan kas dalam rangka mempertahankan bisnis.
Di satu sisi, hingga kini, belum ada satupun startup bervaluasi jumbo yang mencatatkan sahamnya di bursa dalam negeri nih, Be-emers. Startup seperti Traveloka, hingga Tokopedia dan Gojek justru dikabarkan akan melantai di bursa Amerika Serikat.
Kalau menurut Komisaris Bursa Efek Indonesia Pandu Sjahrir, dikutip dari Bisnis, ada sejumlah alasan sih kenapa para startup bervaluasi tinggi itu belum melantai di BEI, antara lain:
- Banyak startup valuasi tinggi yang punya founder shares atau dual shares
- Dari segi profitabilitas, beberapa dari perusahaan rintisan masih ada yang membukukan kerugian.
- Jika melantai di BEI, startup valuasi tinggi kemungkinan bakal masuk dalam indeks LQ45 dengan aturan yang berlaku saat ini masih kecil.
Sementara itu, Co-Founder Ideosource Edward Ismawan menilai, para startup unicorn lebih cenderung melirik peluang untuk go public di bursa AS karena di sana sudah siap mendukung class of shares yang berbeda.
Selain itu, jumlah traders di bursa AS dinilai lebih aktif dan besar lho! Hal itu tentunya akan semakin membuka peluang cuan yang lebih besar buat para startup unicorn dan decacorn.
Adapun, Gojek dan Tokopedia akan melakukan merger dan melantai di bursa. Kabarnya, Tokopedia akan melantai di BEI terlebih dahulu, disusul dengan IPO entitas merger keduanya di bursa AS.
Selain buat menggabungkan valuasi masing-masing startup, Edward menilai, langkah merger sebelum IPO tersebut juga bertujuan agar pool investor besar bisa ikutan berpartisipasi nih, Be-emers.
Baca Juga: Menuju Merger & IPO, Gojek-Tokopedia Teken CSPA Nih
Lalu, butuh waktu berapa lama sih buat IPO di bursa AS? Lanjut ke halaman selanjutnya yuk!
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.