Value Investing Sudah Mati, Saatnya Era Pompom Investing?

Stock Market ( Sumber : Freepik )

Stock Market ( Sumber : Freepik )

Like

Value investing merupakan salah satu strategi investasi saham yang sudah ada sejak tahun 1930-an. Strategi ini pertama kali dikonsepkan oleh Benjamin Graham.

Pasti anda sudah tidak asing dengan miliarder Warren Buffet bukan? Buffet termasuk penganut strategi ini, ia berguru kepada Benjamin Graham hingga mengantarkannya sebagai salah satu investor tersukses dalam sejarah.

Kisah sukses dengan strategi ini tak hanya ada di luar negeri, ada Warren Buffet nya Indonesia, Lo Kheng Hong yang juga kaya raya dari bermain saham menggunakan strategi value investing.

Baca Juga: Begini Cara Investasi ala Lo Kheng Hong saat Bursa Anjlok

Value investing merupakan strategi untuk membeli saham saat harga valuasinya rendah atau tidak sesuai dengan harga sebenarnya. Jadi, diharapkan setelah dibeli, akan ada koreksi harga ke harga sebenarnya.


Ketika harga telah terkoreksi dan menjadi lebih tinggi dibanding harga saat membeli, investor dapat menjualnya. Nah, dari situlah cuan yang didapatkan oleh investor value investing

Tentu saja dalam menentukan saham mana sih yang harganya undervalue dan akan mengalami kenaikan tidaklah sembarangan. Diperlukan analisis dan perhitungan oleh sang investor.

Biasanya, indikator yang dijadikan acuan bagi investor value investing adalah Price to Book Value (PBV), Price to Earning ratio (PER), serta Return on Equity (ROE). 

Setelah menghitung emiten yang dituju, maka investor tinggal membandingkan dengan emiten kompetitornya atau emiten yang sektornya sejenis untuk melihat apakah harga sahamnya undervalue atau tidak.

 

Value Investing Telah "Mati"?

Namun akhir-akhir ini, banyak pendapat yang mengungkapkan bahwa strategi value investing sudah tak lagi relevan dan berhasil untuk dipakai di masa kini. Bahkan, disebut-sebut telah “mati”.

Hal itu didasari oleh perubahan zaman termasuk perubahan pada aset-aset saham. Dimana kini aset saham tak hanya bersifat tampak atau berwujud, akan tetapi banyak pula aset tak tampak yang berbentuk digital.

Aset-aset tak berwujud tersebut memang lebih susah untuk dihitung valuasi nya. Sehingga penerapan strategi value investing tidak bekerja dengan tepat pada saham perusahaan yang memiliki aset tak berwujud.

Kini, sedang marak fenomena pompom saham atau pompom investing. Apa sih sebenarnya itu??

Baca Juga: Fenomena Pompom Saham
 

Marak Pompom Investing

Pada dasarnya, saham pompom adalah emiten yang nilai nya menjadi tinggi atau melejit pasca dibeli oleh banyak orang dalam waktu yang sama. Hal tersebut bukan terjadi tanpa sebab, namun karena adanya sang “pom-pom” yang mempersuasi.

Dalam hal ini, sang “pom-pom” akan mempromosikan atau mengajak untuk membeli emiten di waktu tertentu. Oleh karena itu, sang “pom-pom” adalah orang atau institusi yang terkenal dan mendapat perhatian publik seperti artis dan influencer.

Pompom investing bukanlah hal yang baik. Sebagai investor, jangan sampai anda terpancing oleh pompom saham. Hal ini karena, umumnya sang “pom-pom” memang akan bertugas untuk meyakinkan anda untuk langsung membeli atau menjual saham tertentu.

Setelah itu, harga tentu akan melejit bila banyak investor yang terkena rayuannya. Akan tetapi, harga bisa langsung saja berubah atau bahkan menyentuh ARB bila memang kinerja emiten sebenarnya tidak bagus.

Selain itu, bisa saja pasca harga melejit sang “pom-pom” justru menjual saham yang dimiliki demi keuntungan pribadi. Kemudian, saat anda ingin menjualnya, harga justru jatuh atau sudah tidak diminati oleh pasar.

Oleh karena itu, sebaiknya pompom investing anda hindari dengan berhati-hati serta melakukan analisis sendiri sebelum membeli saham tertentu. Jangan sampai anda justru malah merugi karena termakan tipu daya sang “pom-pom”.

Sehingga, sebenarnya strategi value investing tidak sepenuhnya “basi” untuk diterapkan di era sekarang. Hal ini karena sebenarnya value investing mengajarkan investor untuk mampu melakukan analisis secara mandiri sebelum membeli saham.

Jadi, apakah anda masih ingin menerapkan strategi value investing atau justru melirik strategi investasi lainnya? Apapun itu, jangan sampai terkena pompom investing ya!