Keuntungan Startup Indonesia Lari ke Luar Negeri Akibat Dominasi Investor Asing

Keuntungan Startup Indonesia Lari ke Luar Negeri Akibat Dominasi Investor Asing Illustration Web Bisnis Muda - Canva

Keuntungan Startup Indonesia Lari ke Luar Negeri Akibat Dominasi Investor Asing Illustration Web Bisnis Muda - Canva

Like

Di tengah meningkatnya valuasi dan jumlah perusahaan rintisan saat ini, dominasi investor luar negeri masih menjadi masalah tersendiri dalam pendanaan startup dalam negeri.

Edward Ismawan Wihardja selaku Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amsevindo) menuturkan bahwa kondisi dominasi tersebut memang benar terjadi, utamanya dari segi jumlah.

Namun, investor asing masih tetap membutuhkan kolaborasi dengan investor lokal untuk dapat menembus pasar nasional. Oleh karena itu, investor lokal tidak bisa disebut sebagai pihak yang kurang progresif. 

Salah satu contohnya adalah Uber atau model bisnis luar negeri lainnya yang ingin masuk ke Indonesia. Brand-brand tersebut biasanya dibantu untuk bisa melakukan penetrasi ke ekosistem Indonesia oleh manajer investasi atau berkolaborasi dengan investor lokal.

Sayangnya, jika dinilai dari struktur modalnya, investor lokal masih dianggap kurang mampu bersaing, Be-emers. Hal itu disebabkan belum adanya struktur pendukung yang mumpuni dan memadai dibandingkan dengan negara tetangga, seperti insentif pajak dan badan hukum yang dimiliki Singapura.


Edward menambahkan bahwa dominasi investor asing pada startup dalam negeri membuat keuntungan-keuntungan yang didapatkan beserta pemasukan pajaknya dinikmati oleh negara lain, terutama di level holdings. Sedangkan, Indonesia hanya menerima pajak dari operasional perusahaan.

Oleh karena itu, langkah pemerintah dalam mendorong pendanaan BUMN untuk startup lokal dan UMKM melupakan langkah brilian yang tepat. Kini, perbankan sudah mulai menyerap modal venturanya sendiri yang bertujuan untuk mengeluarkan dana tanpa batasan aturan OJK, yaitu bank yang tidak diizinkan untuk berinvestasi pada perusahaan privat.

Saat ini hingga beberapa tahun mendatang, sektor perbankan dan fintech akan masih menjadi primadona yang menarik perhatian investor, didukung dengan banyaknya kolaborasi yang dilakukan oleh kedua sektor tersebut.

Dorongan atas kebutuhan transformasi digital dalam dunia perbankan menjadi salah satu alasan terjalinnya kolaborasi tersebut. Apalagi, kaum milenial atau generasi muda saat ini sudah lebih tertarik dengan investasi berbasis digital seperti crypto dibandingkan dengan investasi konvensional seperti deposito.

Walaupun beredar isu tentang risiko tinggi praktik pencucian uang dalam dana investasi luar negeri maupun lokal pada startup, namun hal itu bukanlah main concern saat ini. Menurut Edward, aturan dan standardisasi sudah dibuat dengan cukup baik untuk mencegah praktik money laundry.

Baca Juga: Trader vs Value Investor, Mana Yang Lebih Cocok untuk Para Newbie?