Film Horor Kiblat Dianggap Menistakan Agama, MUI Minta Dilarang Tayang!

Kiblat (Sumber gambar: X)

Kiblat (Sumber gambar: X)

Like

Film horor merupakan salah satu jenis film terlaris di Indonesia. Banyak sekali poster film horor di bioskop Indonesia yang tayang setiap bulannya.

Selain itu, tren film horor ini tampaknya sangat wajar ditayangkan di Indonesia mengingat masyarakat di Indonesia sangat menyukai mitos, bahkan sampai ketingkat cerita yang lebih mengerikan lagi.

Meskipun film horor menjadi film terlaris di Indonesia, baru-baru ini salah satu film horor yang berjudul Kiblat menuai kontra dari masyarakat.

Tidak hanya menuai kontra dari masyarakat, film tersebut juga dikomentari oleh ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yaitu, KH Chohil Nafis yang merasa keberatan apabila film tersebut ditayangkan di bioskop Indonesia. 

Baca Juga: Agak Laen, Film Komedi Horor Indonesia yang Masuk Pasar Amerika Serikat!

Lalu, mengapa film tersebut menuai kritikan negatif? Berikut penjelasannya!

 


Penggunaan Simbol Keagamaan, Awal Mula Perselisihan

Film Kiblat menjadi salah satu film horor yang segera tayang di bioskop Indonesia. Film ini dikritik karena dianggap menistakan agama, sehingga film ini tidak mendapat sambutan baik dari masyarakat.


Film ini memicu kontroversi karena posternya yang buruk, meskipun memiliki premis yang bagus. 

Perempuan yang sedang rukuk, tubuhnya tertarik ke belakang, digambarkan di poster film Kiblat. Ilustrasi ini seolah-olah menunjukkan bahwa shalat adalah sesuatu yang mengerikan.

Baca Juga: Review Film Agak Laen: Pelajaran Hidup yang Bisa diambil dari Kisah 4 Sahabat!

Selain dikritik oleh netizen, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga memberi tanggapan terkait film Kiblat tersebut dengan negatif, hingga meminta agar film tersebut tidak ditayangkan.

Melansir dari laman viva.co.id, Cholil Nafis mengungkapkan kekhawatirannya mengenai penggunaan simbol agama sebagai alat periklanan yang sensitif dan kontroversial.

Ia mengungkapkan bahwa perusahaan sering mengeksploitasi reaksi keagamaan demi keuntungan finansial. Beberapa netizen pun turut mengkritik film tersebut di media sosial untuk mendukung pendapat dari Cholil Nafis.