Momen Ramadhan, Saatnya Para Perokok Belajar Toleransi!

Sumber Gambar: https://pixabay.com/id/photos/rokok-abu-memiringkan-merokok-16616/

Sumber Gambar: https://pixabay.com/id/photos/rokok-abu-memiringkan-merokok-16616/

Like

Telur asin, maksudnya, toleransi, sudah kita kenal waktu pelajaran PPKn atau Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Sejak SD, kita sudah mengenal toleransi tersebut. Biasanya sih, toleransi berkaitan dengan hubungan antarumat beragama. 

Baca Juga: 3 Ide Bisnis Untung Berlipat Selama Ramadhan, Modal Mulai dari 300 Ribuan Aja!

Kalau bicara toleransi, mungkin akan ditulis tentang war takjil, yang viral di mana-mana itu. Ya, namanya viral, pastinya di mana-mana, lah.

Sudah banyak yang mengulasnya. Saya tidak mengulas hal tersebut, tetapi akan mengangkat toleransi yang dikaitkan dengan para perokok. Entah, berapa kilogram itu harus saya angkat?
 



Ibarat Surga Bagi Perokok, Azab Kubur Bagi yang Bukan Perokok

Seorang ustaz, saya lupa namanya, mengatakan sesuai subjudul di atas. Indonesia ini memang tempat yang bebas bagi para perokok, ibaratnya surga, begitu.

Sebaliknya, menjadi siksaan yang berat bagi orang yang tidak merokok. Seperti kena azab kubur, begitu. Itu! Kalau istilahnya Mario Teguh.  

Memang, sih, ada kawasan-kawasan bebas asap rokok. Kawasan yang tidak diperbolehkan untuk merokok. Namun, itu sangatlah minim, tidak sebanding dengan tempat lain yang lebih bebas. 

Baca Juga: Menjelajahi Ragam Kuliner Ramadhan di Kabupaten Sinjai, 5 Jenis Usaha yang Menggiurkan

Kantor-kantor tempat orang bekerja, juga dibiarkan saja orang yang merokok. Saya masih ingat, saat menjadi pegawai honorer di kantor paman saya.

Paman, yang menjadi kepala kantor, menerapkan aturan yang merokok di dalam ruangan akan dikenakan denda Rp50.000,00! 

Ada seorang kepala bagian yang merokok. Dia membawa rokoknya itu ke dalam ruangan. Saat ditegur rekan-rekannya, dia cuma menyahut sambil berjalan santai tanpa rasa bersalah, "Ini 'kan cuma lewat!" Kontan, rekan-rekannya tertawa. Pintar juga, ya, cari alasan!

Seorang mantan artis, Connie Sutedja, seingat saya, pernah disebut sebagai wanita pom bensin oleh teman-temannya.

Hal itu karena dia tidak mau ada orang-orang yang merokok di dekatnya. Dia juga tidak mau mendatangi orang-orang yang sedang merokok. Pokoknya, dia akan berusaha menghindarkan dari asap neraka dunia itu. 

Baca Juga: Menulis Asyik di Bulan Ramadan dan Dapat Teman

Saya yang mempunyai jabatan di kantor, saat di dalam ruangan, sering saya tegur orang-orang yang masuk sambil membawa rokok.

Namun, ternyata sulit juga, ya? Kaum perokok adalah orang yang keras dengan pendiriannya sendiri. Rasa kepeduliannya terhadap orang lain sudah tidak ada. 

Wajar, kok, jangankan peduli dengan orang lain, dengan diri sendiri saja tidak peduli, kok! Pada bungkus rokok, tercantum peringatan pemerintah, "Merokok Membunuhmu".

Ditambah dengan gambar-gambar yang cukup mengerikan tentang orang yang berlubang lehernya, keropos bibirnya, dan sebagainya. 

Namun, apakah mereka berhenti? Oh, tidak, Ferguso! Aduh, Ferguso ini siapa, sih? Saya pernah dengar cerita humor. Ada seorang perokok yang membaca sebuah majalah tentang bahaya merokok. Dia langsung berhenti saat itu juga.

Berhenti merokok? Oh, bukan, Stephano! Aduh, siapa lagi Stephano ini? Orang yang membaca tersebut berhenti membaca majalah. Merokoknya sih, tetep euy!

Begitulah keadaan di negara kita. Bahkan, dalam lingkup keluarga yang kecil saja, sosok ayah sebagai kepala keluarga adalah para perokok, malah banyak pula yang berat.

Dalam masalah Ini, saya memang tidak habis pikir, sebenarnya para ayah itu sayang dengan istri dan anak-anaknya tidak, sih? 

Baca Juga: 5 Jenis Es yang Bisa Jadi Ide Jualan Selama Ramadhan, Dijamin Untung Besar!

Mengakunya, sih, sayang, mengakunya sih, cinta, tetapi kok masih juga merokok? Padahal, asap rokok itu sangat berbahaya, apalagi untuk bayi dan anak-anak kecil.

Bukankah itu sama saja dengan meracuni mereka? Menjadi perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif, lho! 

Dalam momen Ramadhan ini, saya sangat bersyukur. Sebab, di pagi, siang, dan sore hari, teman-teman saya yang merokok tidak berani menampakkan keadaan sedang merokok. Mereka merasa malu juga.

Tadi pagi, ada suatu ruangan tertutup, terkunci, di dalamnya ada seorang teman saya. Begitu dibuka dan saya di depan pintu, lho, kok bau rokok? Saya menduga teman saya itu merokok diam-diam di ruangan. 

Beda dengan ketika saya datang di kantor pada malam hari. Mereka tentu merokok luar biasa. Pembalasan dendam karena dari Subuh hingga Maghrib tidak bisa merokok.

Hei, sebenarnya, itu mau balas dendam kepada siapa, sih? Kan kalau puasa, justru lebih sehat, dong! Merokoknya direm dulu untuk sementara. Kalau bisa bertahan dalam satu hari tidak merokok, mestinya bisa, dong, berhenti seterusnya? Ya, kan?

Saya pernah bertanya kepada teman saya yang merokok. Dia bilang, bisa saja mengerem keinginan untuk merokok saat puasa. Namun, waktu berbuka, langsung, deh, tancap gas! Bukan oke gas, oke gas, karena apanya yang oke, kalau terus digas?